Gambar di samping adalah foto Christopher Michael
Langan, orang dengan IQ 202, tertinggi di AS. Apa itu IQ dan manfaat
serta bagaimana meningkatkannya?
Pertama-tama, kebingungan yang cenderung kita temukan dalam masyarakat adalah apa sesungguhnya “
kecerdasan” itu. Sebagai contoh, seorang pembaca artikel saya berjudul
“Mengapa Manusia ada?”
menyebutnya sebagai “Suatu kebodohan yg menyesatkan”, sementara di sisi
lain, tunangan saya menyebutnya “penjelasan paling rasional yang saya
temukan dari sampel di Universitas saya.” Contoh lain mungkin anda
pernah mendengar kalimat “Dia skor tes IQ nya tinggi, tapi ia tidaklah
secerdas itu,” atau bahkan “wah, itu pintar banget.”
Sering
kali, kritik mengenai uji kecerdasan datang dari ketidakpercayaan pada
ilmuan psikologi dan permainan mentalnya. Lihat saja di film barat,
berapa sering sih seorang psikolog menjadi orang baik (protagonis)
ketimbang orang jahat (antagonis). Sering juga ditunjukkan di film kalau
prediksi seorang psikolog salah ketimbang benar.
Gambaran
yang benar adalah kemajuan ilmu psikologi sama dengan ilmu lainnya, ia
tidak sempurna. Tes IQ dan skor IQ tidaklah sempurna. Ia menunjukkan
nilai dari sebuah bagian dari kecerdasan, bukan seluruh bagian dari kecerdasan.
Daerah ungu merupakan daerah tempat terjadinya pemikiran abstrak
Apa sebenarnya IQ itu?
Tergantung
siapa yang anda tanya. Banyak orang bahkan selain psikolog klinis tau
kalau pengukuran kemampuan kognitif pertama yang diterima luas adalah
yang dikembangkan psikolog Prancis, Binet, saat ia ditugasi pemerintah
meningkatkan layanan pada anak-anak sekolah yang mengalami gangguan
perkembangan. Lewis Terman dari Stanford memperbaikinya, dan menciptakan
apa yang dinamakan Stanford-Binet, yang bila anda cukup tua sekarang,
pernah anda dapatkan saat anda masuk sekolah kejuruan. Ada juga tipe tes
lain seperti Wechsler, misalnya WAIS-IV untuk dewasa dan WISC-IV untuk
anak-anak.
Di masa kini, Charles
Spearman, salah satu tokoh besar psikologi, menemukan kalau saat kita
memberikan jenis tes kecerdasan tertentu – misalnya untuk merancang
desain bangunan atau memecahkan masalah
logika
– skornya berbeda, namun saling berkorelasi dengan kuat. Kesimpulannya
adalah adanya faktor utama dibalik tes-tes ini, dengan faktor kecil di
puncaknya yang menyetel skor sedikit lebih tinggi atau rendah – faktor
utama ini dinamakan
g, atau “kecerdasan umum (general). Gagasan
g masih digunakan sekarang. IQ adalah skor yang diberikan tes kepada kita;
g adalah
konstruksi tersembunyi yang tidak dapat kita ukur secara langsung. Ia
tercermin sebagian dalam skor IQ. Tujuan ahli psikologi klinis dan
kognitif dalam merancang tes IQ sekarang adalah mendekati
g sedekat mungkin.
Bagi sebagian besar psikolog, melihat g
seperti melihat pornografi. Kamu tahu itu porno, tapi kamu tidak dapat
mendefinisikannya. David Wechler mencoba memberi definisi, menurutnya g
adalah “kapasitas global atau agregat dari individu untuk bertindak
berdasarkan tujuan, berpikir rasional dan mengatasi lingkungannya dengan
efektif.” Ia adalah kemampuan alat bernalar anda untuk beradaptasi
dengan lingkungan, atau pada semacam lingkungan yang mungkin ada.
Berdasarkan
definisi Wechler, perbandingan IQ antar spesies adalah hal yang konyol.
Seekor monyet jauh lebih cerdas dari kita dalam hal lingkungan dan
hidupnya. Konstruk ini terletak antara nyata dan khayal. Ia membawa
sebagian maknanya dari hubungannya ke hal lain yang tampak ada secara
pasti di dunia nyata: pencapaian akademis dan pekerjaan misalnya.
Definisi ini banyak dikritik karena ia tidak ilmiah, dalam artian tidak
memiliki nilai prediktif. Prediksi apa yang bisa dihasilkan dari
definisi g Wechler? Setiap orang dapat tes IQ, nilainya hanya
mencerminkan lingkungannya. Itu saja. Ia tidak lebih pintar dan tidak
lebih bodoh. Lalu apa gunanya tes IQ?
Karenanya
banyak psikolog menarik diri ke konsep sebelumnya dari Stanford-Binet.
Dalam konsep ini, mereka dapat memprediksikan kalau seorang anak
mengalami masalah membaca, masalah bernalar secara spasial, dll. Dengan
demikian, nilai IQ seseorang dapat menjadi langkah pertama untuk
mengenali masalah yang dihadapinya dan mencari jalan bagaimana dunia
pendidikan dapat mengatasinya.
Kita
bisa mengambil analogi otak sebagai komputer. Orang ber IQ tinggi
berarti prosesornya cepat dan RAM nya tinggi. Itu saja. Bukan berarti
sebuah software virus tidak dapat masuk kedalamnya. Orang ber IQ tinggi
tidaklah kebal terhadap penyakit mental ataupun kesedihan, tidak pula ia
menjamin mampu membuat orang tersebut sukses dalam berkarir dan
berkeluarga (yang merupakan masalah konkrit). Malahan, kehidupan kita
didominasi sebagian besar oleh masalah konkrit atau apa yang di
istilahkan orang sebagai “kecerdasan terkristalisasi”.
Contoh soal tes IQ
Dapatkah IQ ditingkatkan?
Dalam
studi kecerdasan, ada yang namanya Efek Flynn. Dr. Flynn menemukan
kalau IQ meningkat rata-rata 30 point setiap 100 tahun. Kita lebih
cerdas dalam sebagian hal daripada kakek-nenek kita.
Peningkatan
ini jelas terlalu tinggi kalau hanya karena genetik. Kakek-nenek kita
memiliki gen yang hampir sama dengan kita. Karenanya, perbedaan IQ 30
point ini karena lingkungan dan belajar.
Dr.
Flynn menjelaskan perbedaan ini adalah perbedaan dalam belajar berpikir
abstrak. Leluhur kita hidup di Bumi sebagai orang praktis yang harus
berkonsentrasi untuk masalah konkrit, masalah hidup sehari-hari. Tes IQ
adalah tes yang abstrak. Sekarang, kita diajarkan berpikir secara
abstrak. Akibatnya skor tes IQ kita meningkat.
Berpikir abstrak adalah berpikir dengan generalisasi dan abstraksi logis, sementara berpikir konkrit adalah berpikir langsung (literal) dan terikat pada kesan dari indera saat itu.
Tes
IQ yang dianalisa untuk Singapura misalnya menunjukkan peningkatan IQ
yang tinggi sekali dibandingkan Indonesia (106 vs 86). Berdasarkan efek
Flynn, ini tidak ada artinya. Yang bisa kita katakan adalah, orang di
Singapura memiliki lingkungan dan pembelajaran lebih menunjang abstraksi
daripada orang di Indonesia. Orang Indonesia masih sibuk mengurusi
masalah hidup sehari-hari, sementara orang Singapura sudah memainkan
berbagai rumus matematika dalam kesehariannya.
Efek
Flynn juga menjelaskan mengapa laki-laki ateis dan liberal memiliki IQ
lebih tinggi 6 hingga 11 point daripada laki-laki teis dan konservatif.
Hal ini karena ateisme umumnya merupakan perpindahan dari posisi teisme,
ia dibuat berdasarkan pemikiran abstrak seperti logika dan pemikiran
kritis. Saya rasa akan sangat kecil kemungkinan kalau seorang menjadi
ateis semata ikut-ikutan atau doktrin dari orang tuanya, yang merupakan
pemikiran konkrit.
Tentu saja, karena
pemikiran abstrak menggunakan otak sebagai organ utama, maka gangguan di
otak di daerah bersangkutan dapat berakibat pada dua kemungkinan
meningkatknya skor IQ atau menurunnya skor IQ. Gangguan ini dapat
bersifat langsung atau tidak langsung, misalnya lewat nutrisi. Gangguan
kesehatan seperti anemia sel sabit dan multiple sklerosis terbukti
menurunkan kemampuan berpikir abstrak dan akibatnya menurunkan skor IQ.
Kesimpulan
Jadi,
untuk meningkatkan IQ anda, anda harus : belajar hal abstrak lebih
banyak, hidup dalam lingkungan diskusi abstrak yang mendukung, serta
mengkonsumsi makanan yang baik untuk otak. Contoh mata pelajaran abstrak
adalah logika, filsafat, matematika, fisika,
kimia, biologi, dsb. Contoh mata pelajaran konkrit adalah seni, olahraga, pemasaran, komunikasi, dan apa yang disebut orang
life-skill.
IQ tinggi lebih baik bila anda bekerja pada bidang yang terkait
masalah-masalah abstrak, seperti ilmuan atau desainer. Ada bidang yang
membutuhkan kemampuan abstrak dan konkrit sekaligus, seperti Pendidikan.
Seperti kata dosen saya, Matematika itu sangat sulit, tapi lebih sulit
lagi Pendidikan Matematika.
Referensi
2. American Academy of Neurology (2008, May 13). Multiple Sclerosis Can Affect Children’s IQ, Thinking Skills. ScienceDaily